atau Harga Perkiraan Sendiri merupakan harga barang/jasa yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Nilai HPS didasarkan pada riwayat HPS yang diperoleh dari riset harga pasar, baik lewat media online berupa toko online maupun harga toko supplier. Nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia. Namun, untuk Rincian Harga Satuan dalam perhitungan HPS bersifat rahasia.
Yang dimaksud dengan nilai total HPS adalah hasil
perhitungan seluruh volume pekerjaan dikalikan dengan Harga Satuan ditambah
dengan seluruh beban pajak, pajak PPn.
Untuk saat ini, harga HPS
sudah bisa ditentukan untuk tiap itemnya menggunakan e-budgeting. E-budgeting
adalah sistem penyusunan anggaran yang didalamnya termasuk aplikasi program
komputer berbasis web untuk memfasilitasi proses penyusunan anggaran belanja
daerah. Pelaksanaan e-budgeting dalam APBD tidak rawan kebocoran. Karena
pelaksanaannya akan diawasi secara ketat oleh masing-masing Gubernur dan Wakil
Gubernur di setiap daerah. Seperti diketahui bersama penyusunan HPS ini
dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan meliputi:
Harga Pasar Setempat yaitu
harga barang/jasa di lokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan,
menjelang dilaksanakannya Pengadaan Barang/Jasa;
Informasi Biaya Satuan yang
dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
Informasi Biaya Satuan yang
dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang
dapat dipertanggungjawabkan;
Daftar Biaya/Tarif
Barang/Jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
Biaya Kontrak sebelumnya
atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
Inflasi tahun sebelumnya,
suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia;
Hasil perbandingan dengan
Kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
Perkiraan Perhitungan Biaya
yang dilakukan oleh Konsultan Perencana (Engineer’s Estimate);
Norma Indeks; dan/atau
Informasi lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Kegunaan Harga Perkiraan
Sendiri (HPS)
HPS sendiri memiliki
beberapa fungsi, diantaranya adalah:
Alat untuk menilai kewajaran
penawaran termasuk rinciannya
Dasar untuk menetapkan batas
tertinggi penawaran yang sah
Dasar untuk menetapkan
besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah
dari 80% (delapan puluh prosen) nilai total HPS.
Proses Penyusunan HPS Berdasarkan Perlem No. 9 Tahun
2018
Posted by Sukri Almarosy on July 09, 2018
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah perkiraan harga
barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK
Pada pengadaan barang/jasa pemerintah setelah spesifikasi ditetapkan, langkah berikutnya adalah menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) yang akan digunakan dasar menilai kewajaran harga penawaran dari calon penyedia.
Pada pengadaan barang/jasa pemerintah setelah spesifikasi ditetapkan, langkah berikutnya adalah menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) yang akan digunakan dasar menilai kewajaran harga penawaran dari calon penyedia.
Berikut ini adalah dua resiko yang mungkin terjadi
apabila penetapan HPS di sektor pemerintahan dilakukan secara kurang cermat :
a. Apabila HPS yang ditetapkan terlalu rendah, besar kemungkinan pengadaan akan mengalami kegagalan karena semua penawaran penyedia berada di atas HPS sehingga tidak ada satupun yang dapat ditetapkan sebagai pemenang.
b. Apabila HPS yang ditetapkan terlalu tinggi, terdapat kemungkinan terjadinya kerugian negara apabila pihak berwenang menemukan adanya perbuatan melawan hukum baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Tuduhan adanya penggelembungan harga atau mark up sangat mungkin terbukti apabila HPS yang ditetapkan melebihi harga pasar tanpa ada penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
a. Apabila HPS yang ditetapkan terlalu rendah, besar kemungkinan pengadaan akan mengalami kegagalan karena semua penawaran penyedia berada di atas HPS sehingga tidak ada satupun yang dapat ditetapkan sebagai pemenang.
b. Apabila HPS yang ditetapkan terlalu tinggi, terdapat kemungkinan terjadinya kerugian negara apabila pihak berwenang menemukan adanya perbuatan melawan hukum baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Tuduhan adanya penggelembungan harga atau mark up sangat mungkin terbukti apabila HPS yang ditetapkan melebihi harga pasar tanpa ada penjelasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
PPK menyusun HPS berdasarkan pada:
a. hasil
perkiraan biaya/Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah disusun pada tahap
perencanaan pengadaan;
b. Pagu
Anggaran yang tercantum dalam DIPA/DPA atau untuk proses pemilihan yang
dilakukan sebelum penetapan DIPA/DPA mengacu kepada Pagu Anggaran yang
tercantum dalam RKA K/L atau RKA Perangkat Daerah; dan
c. hasil
reviu perkiraan biaya/Rencana Anggaran Biaya (RAB) termasuk komponen
keuntungan, biaya tidak langsung (overhead cost), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
PPK dapat menetapkan tim atau tenaga ahli yang
bertugas memberikan masukan dalam penyusunan HPS.
HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan
data/informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Data/informasi yang dapat
digunakan untuk menyusun HPS antara lain:
a. harga pasar setempat yaitu harga
barang/jasa di lokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang
dilaksanakannya pemilihan Penyedia;
b. informasi biaya/harga satuan yang
dipublikasikan secara resmi oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah;
c. informasi biaya/harga satuan
yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi. Yang dimaksud dengan asosiasi
adalah asosiasi profesi keahlian, baik yang berada di dalam negeri maupun di
luar negeri. Informasi biaya/harga satuan yang dipublikasikan termasuk pula
sumber data dari situs web komunitas internasional yang menayangkan informasi biaya/harga
satuan profesi keahlian di luar negeri yang berlaku secara internasional
termasuk dimana Pengadaan Barang/Jasa akan dilaksanakan;
d. daftar harga/biaya/tarif barang/jasa
setelah dikurangi rabat/ potongan harga (apabila ada) yang dikeluarkan oleh
pabrikan/distributor/agen/pelaku usaha;
e. inflasi tahun sebelumnya, suku
bunga pinjaman tahun berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia valuta asing
terhadap Rupiah;
f. hasil perbandingan biaya/harga
satuan barang/jasa sejenis dengan Kontrak yang pernah atau sedang dilaksanakan;
g. perkiraan perhitungan biaya/harga
satuan yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate);
h. informasi biaya/harga satuan
barang/jasa di luar negeri untuk tender/seleksi internasional; dan/atau
i. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Total HPS merupakan
hasil perhitungan HPS ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). HPS tidak boleh
memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain, dan Pajak Penghasilan
(PPh). Nilai HPS bersifat terbuka dan tidak bersifat rahasia. Sedangkan rincian
harga satuan bersifat rahasia, kecuali rincian harga satuan tersebut telah
tercantum dalam Dokumen Anggaran Belanja.
Perhitungan HPS untuk masing-masing jenis
barang/jasa sebagai berikut:
a. Barang
Perhitungan HPS untuk barang harus memperhitungkan
komponen biaya antara lain:
1) Harga barang;
2) Biaya pengiriman;
3) Keuntungan dan biaya overhead;
4) Biaya instalasi;
5) Suku cadang;
6) Biaya operasional
dan pemeliharaan; atau
7) Biaya pelatihan.
Perhitungan komponen biaya disesuaikan dengan survei yang dilakukan.
b. Pekerjaan Konstruksi
Perhitungan HPS untuk Pekerjaan Konstruksi
berdasarkan hasil perhitungan biaya harga satuan yang dilakukan oleh konsultan
perencana (Engineer’s Estimate) berdasarkan rancangan rinci (Detail Engineering
Design) yang berupa Gambar dan Spesifikasi Teknis.
Perhitungan HPS telah memperhitungkan keuntungan dan
biaya overhead yang wajar untuk Pekerjaan Konstruksi sebesar 15%
(lima belas persen).
c. Jasa Konsultansi
Perhitungan HPS untuk Jasa Konsultansi dapat
menggunakan:
1) Metode Perhitungan
berbasis Biaya (cost-based rates)
Perhitungan HPS yang menggunakan metode perhitungan
tarif berbasis biaya terdiri dari :
a) Biaya langsung
personel (Remuneration); dan
b) Biaya langsung non
personel (Direct Reimbursable Cost).
Biaya Langsung Personel
adalah biaya langsung yang diperlukan untuk membayar remunerasi tenaga ahli
berdasarkan Kontrak. Biaya Langsung Personel telah memperhitungkan gaji dasar (basic
salary), beban biaya sosial (social charge), beban biaya umum (overhead
cost), dan keuntungan (profit/fee).
Biaya Langsung Personel dapat dihitung menurut
jumlah satuan waktu tertentu (bulan (SBOB), minggu (SBOM), hari (SBOH), atau
jam (SBOJ)), dengan konversi menurut satuan waktu sebagai berikut:
Satuan Biaya Orang Minggu (SBOM) =
SBOB/4,1
Satuan Biaya Orang Hari
(SBOH) =
(SBOB/22) x 1,1 Satuan Biaya Orang Jam (SBOJ) =
(SBOH/8) x 1,3
Biaya Langsung Non
Personel adalah biaya langsung yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan Kontrak
yang dibuat dengan mempertimbangkan dan berdasarkan harga pasar yang wajar dan
dapat dipertanggungjawabkan serta sesuai dengan perkiraan kegiatan. Biaya Non
Personel dapat dibayarkan secara Lumsum, Harga Satuan dan/atau penggantian
biaya sesuai yang dikeluarkan (at cost).
Biaya Non Personel yang
dapat dibayarkan secara Lumsum diantaranya pengumpulan data sekunder,
seminar, workshop, sosialisasi, pelatihan, diseminasi, lokakarya, survei,
biaya tes laboratorium, hak cipta dan lain-lain.
Biaya Non Personel yang
dapat dibayarkan secara Harga Satuan diantaranya sewa kendaraan, sewa kantor
proyek, sewa peralatan kantor, biaya operasional kantor proyek, biaya ATK,
biaya komputer dan pencetakan, biaya komunikasi dan tunjangan harian.
Biaya Non Personel yang
dapat dibayarkan melalui penggantian biaya sesuai yang dikeluarkan (at cost)
diantaranya dokumen perjalanan, tiket transportasi, biaya perjalanan, biaya
kebutuhan proyek dan biaya instalasi telepon/internet/situs web.
Biaya Langsung Non
Personel pada prinsipnya tidak melebihi 40% (empat puluh persen) dari total
biaya, kecuali untuk jenis pekerjaan konsultansi yang bersifat
khusus, seperti: pekerjaan penilaian aset, survei untuk memetakan cadangan
minyak bumi, pemetaan udara, survei lapangan, pengukuran, penyelidikan tanah
dan lain-lain.
2) Metode Perhitungan
Berbasis Pasar (market-based rates)
Perhitungan HPS yang menggunakan metode perhitungan
berbasis pasar dilakukan dengan membandingkan biaya untuk menghasilkan keluaran
pekerjaan/output dengan tarif/harga yang berlaku di pasar.
Contoh : jasa konsultansi desain halaman situs web.
3) Metode Perhitungan
Berbasis Keahlian (value-based rates)
Perhitungan HPS yang
menggunakan metode perhitungan berbasis keahlian dilakukan dengan menilai tarif
berdasarkan ruang lingkup keahlian/reputasi/hak eksklusif yang
disediakan/dimiliki jasa konsultan tersebut.
Contoh : jasa konsultansi penilai integritas dengan
menggunakan sistem informasi yang telah memiliki hak paten.
d. Jasa Lainnya
Perhitungan HPS untuk Jasa Lainnya harus memperhitungkan
komponen biaya sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan antara lain:
1) Upah Tenaga Kerja;
2) Penggunaan Bahan/Material/Peralatan;
3) Keuntungan dan biaya overhead;
4) Transportasi; dan
5) Biaya lain
berdasarkan jenis jasa lainnya.
PPK mendokumentasikan data riwayat dan informasi pendukung dalam
rangka penyusunan HPS.
Dalam penyusunan HPS
dapat merujuk kepada buku informasi Unit Kompetensi 06: Menyusun Harga
Perkiraan dari modul pelatihan
berbasis kompetensi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
berdasarkan SKKNI 2016.
Panduan Penyusunan HPS agar Tidak Terkena Kasus Mark-up dan
Tidak Gagal Lelang
Dalam
proses pengadaan barang dan jasa,salah satu tahapan yang paling krusial bagi
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Penyusunan HPS akan menentukan proses penawaran oleh penyedia barang dan jasa.
Apabila HPS ditetapkan lebih mahal dari harga wajar maka akan menimbulkan
potensi adanya kerugian negara atau biasa yang dianggap dengan pelembungan
harga (mark-up) dan
dianggap telah terjadi persekongkolan antara pejabat pengadaan dengan penyedia
barang. Akan tetapi, apabila ditetapkan lebih rendah dari harga wajar
berpotensi untuk terjadinya tender gagal karena tidak ada penyedia barang yang
berminat untuk mengikuti lelang pengadaan. Oleh karenanya, Pengadaan.web.id bakal
memberikan panduan dalam penyusunan HPS bagi
PPK agar tidak terkena kasus mark-up dan lelang banyak penyedia yang berminat
untuk mengikuti pelelangan.
Manfaat penyusunan HPS adalah :
a. alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;
b. dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk pengadaan;
c. dasar untuk negosiasi harga dalam Pengadaan Langsung dan Penunjukan Langsung;
d. dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Penawaran (1-3% dari HPS)
Contoh :
Nilai HPS suatu pekerjaan misalkan sebesar Rp. 1.000.000.000,-, Panitia pengadaan, menetapkan besarnya jaminan penawaran, misalkan sebesar 2% dari HPS/OE. Ini berarti penyedia barang/jasa harus menyampaikan jaminan penawaran senilai Rp. 20.000.000,- (berapapun harga penawaran yang disampaikan untuk pekerjaan tersebut)
e. dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80% (delapan puluh perseratus) nilai total HPS.
CONTOH :
Nilai HPS suatu pekerjaan misalkan sebesar Rp. 10.000.000.000,- Penyedia barang/jasa menyampaikan penawaran harga (setelah terkoreksi) sebesar Rp. 7.000.000.000,- atau 70% dari HPS/OE. Kalau tanpa tambahan jaminan pelaksanaan, jumlah jaminan pelaksanaan = 5% x HPS= 5% x Rp. 10.000.000.000,- = Rp. 500.000.000,-.
Penyusunan HPS dikalkulasikan berdasarkan keahlian dan data-data yang bisa dipertanggungjawabkan. Data yang dipakai untuk menyusun HPS meliputi:
a. harga pasar setempat yaitu harga barang dilokasi barang diproduksi/ diserahkan/ dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan barang;
b. informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
c. informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
d. daftar biaya/tarif Barang yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
e. biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
f. inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia;
g. hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
h. norma indeks; dan/atau
i. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk pemilihan Penyedia secara internasional, penyusunan HPS menggunakan informasi harga barang/jasa yang berlaku di luar negeri.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun HPS adalah :
a. HPS telah memperhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN); dan
b. HPS memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar bagi
Penyedia;
c. HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan (PPh) Penyedia.
d. nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia.
e. riwayat HPS harus didokumentasikan secara baik.
f. HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara;
g. Tim Ahli dapat memberikan masukan dalam penyusunan HPS;
Dalam penetapan HPS harus memperhatikan jangka waktu penggunaan HPS, hal ini terkait dengan tingkat keakuratan data-data barang baik spesifikasi maupun harga. Oleh karena itu HPS ditetapkan :
a. paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau
b. paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran ditambah dengan waktu lamanya prakualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.
Sesuai dengan istilahnya bahwa HPS adalah perkiraan dan patokan semata sehingga yang paling mendasar dalam penyusunan HPS adalah bagaimana penyusun memahami karakteristik barang/jasa yang diadakan dan kecenderungan harga.
Pejabat PPK melakukan Mark up?
Bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai pejabat yang menyusun dan menetapkan HPS ibarat makan buah simalakama. Yang mana apabila HPS lebih mahal dari harga pasar berpotensi MARK-UP, namun jika lebih rendah atau sama dengan harga pasar berpotensi tidak ada yang berminat untuk mengikuti lelang. Dampaknya adalah adanya gagal lelang dengan kata lain akan memperpanjang waktu pengadaan barang dan jasa.
Mengapa PPK menetapkan harga diatas harga pasar?. Berdasarkan pasal 66 ayat 8 Perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 70 tahun 2012, HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar. Kewajaran yang dimaksud ini tanpa dibatasi nilai tertentu sehingga bagi PPK tentu secara aturan tidak salah jika menambah nilai keuntungan dengan prosentase atau nominal tertentu.
Jika semata-mata untuk menambah nilai keuntungan bagi penyedia tentu ini alasan yang tidak tepat, tetapi harusnya penambahan nilai keuntungan lebih ditekankan untuk menambah minat penyedia barang dan jasa untuk berkompetisi dalam pengadaan barang/jasa.
Misalnya berdasarkan daftar harga yang di publikasikan oleh toko online bhinneka.com , harga komputer yang tertera untuk satu spesifikasi tertentu seharga Rp.12.000.000,-. Berdasarkan harga tersebut, apabila PPK yang bertugas pada satuan kerja berlokasi di jakarta, akan menyusun HPS untuk pengadaan 200 unit komputer, berapa nilai HPS yang akan ditetapkan?
Rumus sederhana untuk menghitung HPS adalah
Harga satuan = analisa harga + keuntungan wajar
HPS sblm PPN = Harga satuan x volume
HPS = HPS sblm PPN + (HPS sblm PPN x 10%)
Berdasarkan rumusan tersebut, penyusunan HPS harus memperhitungkan komponen keuntungan wajar. Berapa batasan keuntungan yang wajar? Tentu PPK menetapkan dengan pertimbangan menghindari markup dan kurangnya minat penyedia. Definisi Mark-up adalah perbedaan antara biaya untuk menyediakan produk atau jasa, dengan harga jualnya. Tidak sama dengan marjin laba.
Pada dasarnya daftar harga yang dipublikasikan oleh sumber informasi yang berasal dari toko tentu sudah terdapat unsur keuntungan. Apabila dalam penyusunan HPS ditambah lagi dengan keuntungan, berdasarkan definisi diatas, dapat masuk dalam kategori markup.
Jika PPK menetapkan nilai keuntungan yang wajar adalah 5% dari harga yang dipublikasikan, berdasarkan contoh kasus diatas maka total HPS adalah
Harga satuan = 12.000.000 + (5%x12.000.000)
Harga satuan = 12.000.000 + 600.000
Harga satuan = 12.600.000,-
HPS sebelum PPN = 12.600.000 x 200 unit
HPS = 2.520.000.000
Dalam komponen HPS terdapat nilai uang sebesar Rp.600.000,- x 200 = 120.000.000,- sebagai nilai keuntungan disediakan untuk calon penyedia barang. Darimana cara kita memandang nilai kewajaran, margin 5% atau total nilai tambahan keuntungan Rp.120.000.000,-.
Bersalahkah PPK ?
Dalam batasan ini apakah PPK bersalah dalam menetapkah HPS? berdasarkan analisa, penetapan HPS tersebut tidak salah, karena PPK juga harus mempertimbangkan minat dari calon penyedia barang/jasa untuk mengikuti proses pelelangan. Tentu dengan asumsi bahwa dalam proses pelelangan tidak terjadi adanya KKN antara para penyedia barang dan jasa. Dengan kata lain terjadi persaingan yang sehat dan sempurna antar calon penyedia barang dan jasa dalam mengajukan penawaran.
Apabila harga ditetapkan terlalu rendah sehingga calon penyedia barang/jasa tidak berminat akan berdampak pada gagalnya tender/lelang. Tentu hal ini akan berdampak pada bertambahnya alokasi waktu untuk pelelangan dan molornya rencana penyelesaian pekerjaan.
c. HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan (PPh) Penyedia.
d. nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia.
e. riwayat HPS harus didokumentasikan secara baik.
f. HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara;
g. Tim Ahli dapat memberikan masukan dalam penyusunan HPS;
Dalam penetapan HPS harus memperhatikan jangka waktu penggunaan HPS, hal ini terkait dengan tingkat keakuratan data-data barang baik spesifikasi maupun harga. Oleh karena itu HPS ditetapkan :
a. paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau
b. paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran ditambah dengan waktu lamanya prakualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.
Sesuai dengan istilahnya bahwa HPS adalah perkiraan dan patokan semata sehingga yang paling mendasar dalam penyusunan HPS adalah bagaimana penyusun memahami karakteristik barang/jasa yang diadakan dan kecenderungan harga.
Pejabat PPK melakukan Mark up?
Bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai pejabat yang menyusun dan menetapkan HPS ibarat makan buah simalakama. Yang mana apabila HPS lebih mahal dari harga pasar berpotensi MARK-UP, namun jika lebih rendah atau sama dengan harga pasar berpotensi tidak ada yang berminat untuk mengikuti lelang. Dampaknya adalah adanya gagal lelang dengan kata lain akan memperpanjang waktu pengadaan barang dan jasa.
Mengapa PPK menetapkan harga diatas harga pasar?. Berdasarkan pasal 66 ayat 8 Perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 70 tahun 2012, HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar. Kewajaran yang dimaksud ini tanpa dibatasi nilai tertentu sehingga bagi PPK tentu secara aturan tidak salah jika menambah nilai keuntungan dengan prosentase atau nominal tertentu.
Jika semata-mata untuk menambah nilai keuntungan bagi penyedia tentu ini alasan yang tidak tepat, tetapi harusnya penambahan nilai keuntungan lebih ditekankan untuk menambah minat penyedia barang dan jasa untuk berkompetisi dalam pengadaan barang/jasa.
Misalnya berdasarkan daftar harga yang di publikasikan oleh toko online bhinneka.com , harga komputer yang tertera untuk satu spesifikasi tertentu seharga Rp.12.000.000,-. Berdasarkan harga tersebut, apabila PPK yang bertugas pada satuan kerja berlokasi di jakarta, akan menyusun HPS untuk pengadaan 200 unit komputer, berapa nilai HPS yang akan ditetapkan?
Rumus sederhana untuk menghitung HPS adalah
Harga satuan = analisa harga + keuntungan wajar
HPS sblm PPN = Harga satuan x volume
HPS = HPS sblm PPN + (HPS sblm PPN x 10%)
Berdasarkan rumusan tersebut, penyusunan HPS harus memperhitungkan komponen keuntungan wajar. Berapa batasan keuntungan yang wajar? Tentu PPK menetapkan dengan pertimbangan menghindari markup dan kurangnya minat penyedia. Definisi Mark-up adalah perbedaan antara biaya untuk menyediakan produk atau jasa, dengan harga jualnya. Tidak sama dengan marjin laba.
Pada dasarnya daftar harga yang dipublikasikan oleh sumber informasi yang berasal dari toko tentu sudah terdapat unsur keuntungan. Apabila dalam penyusunan HPS ditambah lagi dengan keuntungan, berdasarkan definisi diatas, dapat masuk dalam kategori markup.
Jika PPK menetapkan nilai keuntungan yang wajar adalah 5% dari harga yang dipublikasikan, berdasarkan contoh kasus diatas maka total HPS adalah
Harga satuan = 12.000.000 + (5%x12.000.000)
Harga satuan = 12.000.000 + 600.000
Harga satuan = 12.600.000,-
HPS sebelum PPN = 12.600.000 x 200 unit
HPS = 2.520.000.000
Dalam komponen HPS terdapat nilai uang sebesar Rp.600.000,- x 200 = 120.000.000,- sebagai nilai keuntungan disediakan untuk calon penyedia barang. Darimana cara kita memandang nilai kewajaran, margin 5% atau total nilai tambahan keuntungan Rp.120.000.000,-.
Bersalahkah PPK ?
Dalam batasan ini apakah PPK bersalah dalam menetapkah HPS? berdasarkan analisa, penetapan HPS tersebut tidak salah, karena PPK juga harus mempertimbangkan minat dari calon penyedia barang/jasa untuk mengikuti proses pelelangan. Tentu dengan asumsi bahwa dalam proses pelelangan tidak terjadi adanya KKN antara para penyedia barang dan jasa. Dengan kata lain terjadi persaingan yang sehat dan sempurna antar calon penyedia barang dan jasa dalam mengajukan penawaran.
Apabila harga ditetapkan terlalu rendah sehingga calon penyedia barang/jasa tidak berminat akan berdampak pada gagalnya tender/lelang. Tentu hal ini akan berdampak pada bertambahnya alokasi waktu untuk pelelangan dan molornya rencana penyelesaian pekerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar