NAMA : FEBRIAN SETIAWAN
NPM : 17 630 054
Perjanjian Penyediaan Jasa
Pekerja/Buruh dan Syaratnya
Perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh adalah
perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh yang memuat hak dan kewajiban para pihak.
Dari istilah Perjanjian Penyediaan Jasa
Pekerja/Buruh ini, setidaknya ada 2 (dua) pihak dalam perjanjian ini,
yaitu:
a. Perusahaan pemberi
pekerjaan, yaitu perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya
kepada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh.
b. Perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh, yaitu perusahaan yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas
(PT) yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang perusahaan
pemberi pekerjaan.
Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk
melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan
proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi.
Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan
usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses
produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan
perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak
tertentu. Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang
berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan
tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan
makanan bagi pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman(security/satuan
pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta
usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.
Persyaratan yang harus dipenuhi penyedia jasa
pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi adalah sebagai berikut:
a. Adanya hubungan kerja
antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
b. Perjanjian kerja yang
berlaku dalam hubungan kerja tersebut adalah perjanjian kerja untuk waktu
tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 UU
Ketenagakerjaan dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentuyang dibuat
secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Dalam hal hubungan kerja
didasarkan atas perjanjian kerja waktu tertentu yang objek kerjanya tetap ada,
perjanjian tersebut sekurang-kurangnya harus memuat:[15]
i. jaminan
kelangsungan bekerja;
ii. jaminan
terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan yang diperjanjikan; dan
iii. jaminan
perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh untuk menetapkan upah.
Jika perjanjian kerja waktu
tertentu tidak memuat ketentuan di atas, maka hubungan kerja antara perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh berubah menjadi hubungan kerja
yang didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu sejak
ditandatanganinya perjanjian kerja yang tidak memenuhi persyaratan.
Hal ini sejalan dengan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 yang mengatur bahwa frasa
“…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UU
Ketenagakerjaan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam
perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan
hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi
pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari
perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
c. Perlindungan
upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang
timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain
yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara
tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
ini.
Pada intinya adalah
pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak
dimaksudkan untuk pekerjaan yang berhubungan langsung dengan proses
produksi saat bekerja pada perusahaan pemberi kerja.
Perbedaan Pemborongan
Pekerjaan Dengan Penyediaan Jasa Pekerja
Mengenai perbedaan
pemborongan pekerjaan dengan penyediaan jasa pekerja, praktisi hukum hubungan
industrial sekaligus mantan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial
(PHI), Juanda Pangaribuan, menjelaskan bahwa cakupan material pada
Pemborongan Pekerjaan itu lebih luas. Berikut kami rangkum
perbedaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan dan Perjanjian
Perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh menurut Juanda Pangaribuan:
No.
|
Perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh
|
Pemborongan Pekerjaan
|
1
|
Disediakan sejumlah sumber daya manusia untuk satu
pekerjaan tertentu yangharga atau nilainya berdasarkan gaji pekerja itu
sendiri yang ditambah dengan komisi/fee dari perusahaan
Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh.
|
Yang diborongkan adalah satu pekerjaan tertentu
yang nilainya berdasarkan jenis pekerjaannya, ruang lingkup pekerja, objek
yang mau dipekerjakan.
Cakupan nilainya lebih luas dari pada Perusahaan
Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh. Yang diperhitungkan adalah satu jenis
pekerjaan, misalnya pemborongan mendirikan suatu gedung, yang dinilai adalahmaterial
untuk membangun gedung tersebut, sumber daya manusia yang mengerjakan, berapa
lama waktu penyelesaiannya, dan sebagainya.
|
2
|
Hasilnya dinilai darikomisi/fee yang didapat
pekerja dari perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh.
|
Hasilnya bukan dari komisiyang didapat
pekerja, melainkan sisa hasil proyek yang diborongkan itu.
|
3
|
Dilakukan dengan perintah langsung dari user(perusahaan
yang menggunakan jasa pekerja).
|
Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak
langsung dari pemberi pekerjaan (user).[17]Pekerjanya langsung dikendalikan
oleh perusahaan pemborong (perusahaan penerima pemborongan) itu sendiri.
|
4
|
Pekerja bekerja langsung di tempat user dan
kualifikasi pekerja ditentukan oleh user.
|
Pekerja dan pekerjaannya tidak di tempat user.
|
Demikian jawaban dari kami,
semoga bermanfaat.
Catatan:
Klinik Hukumonline telah
menanyakan pertanyaan ini melalui wawancara via telepon dengan praktisi hukum
hubungan industrial sekaligus mantan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI), Juanda Pangaribuan, S.H., M.H. pada 4 Januari 2018 pukul
13.07 WIB.
Dasar hukum:
2. Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan Nomor 27 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
Putusan:
[1] Pasal 1 angka 4 Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (“Permenakertrans
19/2012”)
[14] Perlu diketahui, hal ini tidak berlaku jika dalam
perjanjian kerja tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak
pekerja yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan
yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau
perusahaan penyedia jasa pekerja (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
27/PUU-IX/2011 yang dibacakan pada 17 Januari 2012).
PERPANJANGAN WAKTU KONTRAK DAN PEMBERIAN KESEMPATAN
DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
Sebagaimana diketahui bahwa Instansi Pemerintah,
baik yang mengelola dana APBN, APBD, ataupun BUMN/BUMD erat kaitannya dengan
pengadaan barang/jasa. Bisa dikatakan, keseharian dari instansi tersebut tidak
terlepas dengan pengadaan barang/jasa. Pada artikel ini, kami akan mencoba
menguraikan terkait dengan salah satu tema yang sering terjadi kekeliruan
pemahaman di lapangan sehingga tidak jarang kemudian menimbulkan permasalahan,
yaitu terkait dengan perpanjangan waktu kontrak dan pemberian kesempatan untuk penyelesaian
pekerjaan.
ADDENDUM PERPANJANGAN WAKTU KONTRAK
Addendum perpanjangan waktu kontrak adalah perubahan
kontrak yang berupa perpanjangan waktu pelaksanaan kontrak karena adanya perubahan
kondisi lapangan, force majeure, dan/atau peristiwa kompensasi yang
menuntut perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan.
Ada beberapa kriteria keadaan dapat dikategorikan
sebagai Foce Majeure, diantaranya:
Ada pernyataan force majeure dari instansi
yang berwenang (bencana alam, bencana sosial, kerusuhan, kejadian luar bsa, dan
gangguan industri).
Selain kategori force majeure di atas,
tidak diperlukan pernyataan dari instansi yang berwenang, tetapi diperlukan
bukti/data terkait force majeure, misalnya data curah hujan dari BMKG,
pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan, atau terjadi kondisi yang tidak
dapat dikendalikan oleh para pihak.
Kejadian force majeure menuntuk adanya
perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan.
Sedangkan untuk peristiwa kompensasi adalah terkait
dengan hal-hal sebagai berikut:
PPK mengubah jadwal yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaan.
Keterlambatan pembayaran kepada penyedia.
PPK tidak memberikan gambar-gambar, spesifikasi
dan/atau instruksi sesuai jadwal yang dibutuhkan.
PPK menginstruksikan kepada pihak penyedia untuk
melakukan pengujian tambahan yang setelah dilakukan pengujian ternyata tidak
ditemukan kerusakan/kegagalan/penyimpangan.
PPK memerintahkan penundaan pelaksanaan pekerjaan.
Ketentuan lain dalam SSKK.
PEMBERIAN KESEMPATAN PENYELESAIAN PEKERJAAN
Pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan adalah
pemberian kesempatan dari PPK kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan
akibat terjadinya keterlambatan penyelesaian pekerjaan karena kesalahan
penyedia barang/jasa.
Syarat-syarat pemberian kesempatan penyelesaian
pekerjaan, diantaranya:
Tidak boleh direncakan sebelum penandatanganan
kontrak.
Analisis PPK menyimpulkan bahwa lebih efisien dan
bermanfaat apabila penyedia diberi kesempatan menyelesaikan pekerjaan.
Penyedia dinilai dan membuat pernyataan sanggup
menyelesaikan pekerjaan apabila diberi kesempatan.
Memperpanjang jaminanan pelaksanaan (jika ada).
Penyedia membuat surat pernyataan bahwa sanggup
menyelesaikan sisa pekerjaan maksimal 90 hari kalender sejak berakhirnya sa
pekerjaan, bersedia dikenakan denda keterlambatan, dan tidak menuntut
denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa
pekerjaan pada tahun anggaran berikutnya.
PA/KPA menyatakan bersedia mengalokasikan anggaran
pada tahun berikutnya untuk membayar sisa pekerjaan yang diselesaikan pada
tahun berikutnya.
Catatan:
Berdasarkan Pasal 93 Perpres 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres
Nomor 4 Tahun 2015, pemberian kesempatan menyelesaikan pekerjaan maksimal 50
hari kalender.
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian
Pekerjaan yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/MPK.05/2015,
pemberian kesempatan menyelesaikan pekerjaan maksimal 90 hari kalender.
Perpanjangan waktu kontrak dan pemberian kesempatan
penyelesaian pekerjaan dilaksankan sebelum berkahirnya kontrak. Dalam
perpanjangan waktu kontrak diperlukan adanya addendum atau perubahan kontrak,
sedangkan pemberikan kesempatan penyelesaian pekerjaan tidak diperlukan adanya
addendum perpanjangan waktu, tetapi apabila pemberian kesempatan
penyelesaian pekerjaan melampaui tahun anggaran, diperlukan adanya perubahan
pembebanan anggaran.
Dalam perpanjangan waktu kontrak tidak dikenakan
sanksi berupa denda, namun untuk pemberikan kesempatan penyelesaian pekerjaan
dikenakan denda dengan kondisi sebagai berikut:
1/1000 per hari dari bagian kontrak apabila
penyelesaian masing-masing pekerjaan yang tercantum pada bagian kontrak
tersebut tidak tergantung satu sama lain dan memiliki fungsi yang berbeda,
dimana fungsi masing-masing bagian kontrak tersebut tidak terkait satu sama
lain dalam pencapaian kinerja pekerjaan.
1/1000 per hari dari total nilai kontrak apabila
penyelesaian masing-masing pekerjaan yang tercantum pada bagian kontrak
tersebut tergantung satu sama lain dan tidak memiliki fungsi yang berbeda,
dimana fungsi masing-masing bagian kontrak tersebut terkait satu sama lain
dalam pencapaian kinerja pekerjaan.
·
ADENDUM
1.
Pengertian Adendum
Apa itu Adendum, Adendum adalah istilah hukum yang lazim disebut dalam suatu pembuatan perjanjian. Dilihat dari arti katanya, addendum adalah lampiran, suplemen, tambahan. (John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, hal.11). Pengertian Addendum adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Addendum). Menurut Frans Satriyo Wicaksono, SH dalam buku “Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak” disebutkan jika pada saat kontrak berlangsung ternyata terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam kontrak tersebut, dapat dilakukan musyawarah untuk suatu mufakat akan hal yang belum diatur tersebut. Untuk itu ketentuan atau hal-hal yang belum diatur tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis sama seperti kontrak yang telah dibuat. Pengaturan ini umum ini umum disebut dengan addendum atau amandemen Biasanya klausula yang mengatur tentang addendum dicantumkan pada bagian akhir dari suatu perjanjian pokok. Namun apabila hal tersebut tidak dicantumkan dalam perjanjian, addendum tetap dapat dilakukan sepanjang ada kesepakatan diantara para pihak, dengan tetap memperhatikan ketentuan pasal 1320 KUH Perdata. Belum ada alasan yang pasti mengapa cara addendum lebih dipilih digunakan daripada membuat perjanjian baru untuk perubahan dan atau penambahan isi dari suatu perjanjian. Namun patut diduga bahwa hal tersebut semata karena alasan kepraktisan serta lebih menghemat waktu dan biaya.
Apa itu Adendum, Adendum adalah istilah hukum yang lazim disebut dalam suatu pembuatan perjanjian. Dilihat dari arti katanya, addendum adalah lampiran, suplemen, tambahan. (John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, hal.11). Pengertian Addendum adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Addendum). Menurut Frans Satriyo Wicaksono, SH dalam buku “Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak” disebutkan jika pada saat kontrak berlangsung ternyata terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam kontrak tersebut, dapat dilakukan musyawarah untuk suatu mufakat akan hal yang belum diatur tersebut. Untuk itu ketentuan atau hal-hal yang belum diatur tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis sama seperti kontrak yang telah dibuat. Pengaturan ini umum ini umum disebut dengan addendum atau amandemen Biasanya klausula yang mengatur tentang addendum dicantumkan pada bagian akhir dari suatu perjanjian pokok. Namun apabila hal tersebut tidak dicantumkan dalam perjanjian, addendum tetap dapat dilakukan sepanjang ada kesepakatan diantara para pihak, dengan tetap memperhatikan ketentuan pasal 1320 KUH Perdata. Belum ada alasan yang pasti mengapa cara addendum lebih dipilih digunakan daripada membuat perjanjian baru untuk perubahan dan atau penambahan isi dari suatu perjanjian. Namun patut diduga bahwa hal tersebut semata karena alasan kepraktisan serta lebih menghemat waktu dan biaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar