Senin, 15 April 2019

Perjanjian Penyediaan Jasa


NAMA           :   FEBRIAN SETIAWAN
NPM               :   17 630 054

Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh dan Syaratnya
Perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang memuat hak dan kewajiban para pihak.

Dari istilah Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh ini, setidaknya ada 2 (dua) pihak dalam perjanjian ini, yaitu:
a.    Perusahaan pemberi pekerjaan, yaitu perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
b.    Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, yaitu perusahaan yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang perusahaan pemberi pekerjaan.

Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman(security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.

Persyaratan yang harus dipenuhi penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah sebagai berikut:
a.    Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
b.    Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja tersebut adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentuyang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Dalam hal hubungan kerja didasarkan atas perjanjian kerja waktu tertentu yang objek kerjanya tetap ada, perjanjian tersebut sekurang-kurangnya harus memuat:[15]
                              i.        jaminan kelangsungan bekerja;
                             ii.        jaminan terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan yang diperjanjikan; dan
                            iii.        jaminan perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh untuk menetapkan upah.

Jika perjanjian kerja waktu tertentu tidak memuat ketentuan di atas, maka hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh berubah menjadi hubungan kerja yang didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu sejak ditandatanganinya perjanjian kerja yang tidak memenuhi persyaratan.

Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 yang mengatur bahwa frasa “…perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

c.    Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Pada intinya adalah pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak dimaksudkan untuk pekerjaan yang berhubungan langsung dengan proses produksi saat bekerja pada perusahaan pemberi kerja.

Perbedaan Pemborongan Pekerjaan Dengan Penyediaan Jasa Pekerja
Mengenai perbedaan pemborongan pekerjaan dengan penyediaan jasa pekerja, praktisi hukum hubungan industrial sekaligus mantan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Juanda Pangaribuan, menjelaskan bahwa cakupan material pada Pemborongan Pekerjaan itu lebih luas. Berikut kami rangkum perbedaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan dan Perjanjian Perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh menurut Juanda Pangaribuan:

No.
Perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh

Pemborongan Pekerjaan
1
Disediakan sejumlah sumber daya manusia untuk satu pekerjaan tertentu yangharga atau nilainya berdasarkan gaji pekerja itu sendiri yang ditambah dengan komisi/fee dari perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh.

Yang diborongkan adalah satu pekerjaan tertentu yang nilainya berdasarkan jenis pekerjaannya, ruang lingkup pekerja, objek yang mau dipekerjakan.

Cakupan nilainya lebih luas dari pada Perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh. Yang diperhitungkan adalah satu jenis pekerjaan, misalnya pemborongan mendirikan suatu gedung, yang dinilai adalahmaterial untuk membangun gedung tersebut, sumber daya manusia yang mengerjakan, berapa lama waktu penyelesaiannya, dan sebagainya.

2
Hasilnya dinilai darikomisi/fee yang didapat pekerja dari perusahaan Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh.

Hasilnya bukan dari komisiyang didapat pekerja, melainkan sisa hasil proyek yang diborongkan itu.
3
Dilakukan dengan perintah langsung dari user(perusahaan yang menggunakan jasa pekerja).

Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan (user).[17]Pekerjanya langsung dikendalikan oleh perusahaan pemborong (perusahaan penerima pemborongan) itu sendiri.

4
Pekerja bekerja langsung di tempat user dan kualifikasi pekerja ditentukan oleh user.

Pekerja dan pekerjaannya tidak di tempat user.




Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Catatan:
Klinik Hukumonline telah menanyakan pertanyaan ini melalui wawancara via telepon dengan praktisi hukum hubungan industrial sekaligus mantan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Juanda Pangaribuan, S.H., M.H. pada 4 Januari 2018 pukul 13.07 WIB.

Dasar hukum:

Putusan:




[2] Pasal 1 angka 1 dan angka 2 Permenakertrans 19/2012
[3] Pasal 65 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[4] Pasal 65 ayat (2) UU Ketenagakerjaan dan Pasal 3 ayat (2) Permenakertrans 19/2012
[5] Pasal 65 ayat (3) dan (4) UU Ketenagakerjaan
[6] Pasal 65 ayat (6) UU Ketenagakerjaan
[7] Pasal 65 ayat (7) UU Ketenagakerjaan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011
[8] Pasal 65 ayat (8) UU Ketenagakerjaan
[9] Pasal 1 angka 5 Permenakertrans 19/2012
[10] Pasal 1 angka 1 dan angka 3 Permenakertrans 19/2012
[11] Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[12] Penjelasan Pasal 66 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[13] Pasal 66 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[14] Perlu diketahui, hal ini tidak berlaku jika dalam perjanjian kerja tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak pekerja yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 yang dibacakan pada 17 Januari 2012).
[15] Pasal 29 ayat (2) Permenakertrans 19/2012
[16] Pasal 30 Permenakertrans 19/2012
[17] Pasal 3 ayat (2) huruf b Permenakertrans 19/2012

PERPANJANGAN WAKTU KONTRAK DAN PEMBERIAN KESEMPATAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
Sebagaimana diketahui bahwa Instansi Pemerintah, baik yang mengelola dana APBN, APBD, ataupun BUMN/BUMD erat kaitannya dengan pengadaan barang/jasa. Bisa dikatakan, keseharian dari instansi tersebut tidak terlepas dengan pengadaan barang/jasa. Pada artikel ini, kami akan mencoba menguraikan terkait dengan salah satu tema yang sering terjadi kekeliruan pemahaman di lapangan sehingga tidak jarang kemudian menimbulkan permasalahan, yaitu terkait dengan perpanjangan waktu kontrak dan pemberian kesempatan untuk penyelesaian pekerjaan.
ADDENDUM PERPANJANGAN WAKTU KONTRAK
Addendum perpanjangan waktu kontrak adalah perubahan kontrak yang berupa perpanjangan waktu pelaksanaan kontrak karena adanya perubahan kondisi lapangan, force majeure, dan/atau peristiwa kompensasi yang menuntut perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan.
Ada beberapa kriteria keadaan dapat dikategorikan sebagai Foce Majeure, diantaranya:
Ada pernyataan force majeure dari instansi yang berwenang (bencana alam, bencana sosial, kerusuhan, kejadian luar bsa, dan gangguan industri).
Selain kategori force majeure di atas, tidak diperlukan pernyataan dari instansi yang berwenang, tetapi diperlukan bukti/data terkait force majeure, misalnya data curah hujan dari BMKG, pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan, atau terjadi kondisi yang tidak dapat dikendalikan oleh para pihak.
Kejadian force majeure menuntuk adanya perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan.
Sedangkan untuk peristiwa kompensasi adalah terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
PPK mengubah jadwal yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan.
Keterlambatan pembayaran kepada penyedia.
PPK tidak memberikan gambar-gambar, spesifikasi dan/atau instruksi sesuai jadwal yang dibutuhkan.
PPK menginstruksikan kepada pihak penyedia untuk melakukan pengujian tambahan yang setelah dilakukan pengujian ternyata tidak ditemukan kerusakan/kegagalan/penyimpangan.
PPK memerintahkan penundaan pelaksanaan pekerjaan.
Ketentuan lain dalam SSKK.
PEMBERIAN KESEMPATAN PENYELESAIAN PEKERJAAN
Pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan adalah pemberian kesempatan dari PPK kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan akibat terjadinya keterlambatan penyelesaian pekerjaan karena kesalahan penyedia barang/jasa.
Syarat-syarat pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan, diantaranya:
Tidak boleh direncakan sebelum penandatanganan kontrak.
Analisis PPK menyimpulkan bahwa lebih efisien dan bermanfaat apabila penyedia diberi kesempatan menyelesaikan pekerjaan.
Penyedia dinilai dan membuat pernyataan sanggup menyelesaikan pekerjaan apabila diberi kesempatan.
Memperpanjang jaminanan pelaksanaan (jika ada).
Penyedia membuat surat pernyataan bahwa sanggup menyelesaikan sisa pekerjaan maksimal 90 hari kalender sejak berakhirnya sa pekerjaan, bersedia dikenakan denda keterlambatan, dan tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan pada tahun anggaran berikutnya.
PA/KPA menyatakan bersedia mengalokasikan anggaran pada tahun berikutnya untuk membayar sisa pekerjaan yang diselesaikan pada tahun berikutnya.
Catatan:
Berdasarkan Pasal 93 Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015, pemberian kesempatan menyelesaikan pekerjaan maksimal 50 hari kalender.
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/MPK.05/2015, pemberian kesempatan menyelesaikan pekerjaan maksimal 90 hari kalender.
Perpanjangan waktu kontrak dan pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan dilaksankan sebelum berkahirnya kontrak. Dalam perpanjangan waktu kontrak diperlukan adanya addendum atau perubahan kontrak, sedangkan pemberikan kesempatan penyelesaian pekerjaan tidak diperlukan adanya addendum perpanjangan waktu, tetapi apabila pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan melampaui tahun anggaran, diperlukan adanya perubahan pembebanan anggaran.
Dalam perpanjangan waktu kontrak tidak dikenakan sanksi berupa denda, namun untuk pemberikan kesempatan penyelesaian pekerjaan dikenakan denda dengan kondisi sebagai berikut:
1/1000 per hari dari bagian kontrak apabila penyelesaian masing-masing pekerjaan yang tercantum pada bagian kontrak tersebut tidak tergantung satu sama lain dan memiliki fungsi yang berbeda, dimana fungsi masing-masing bagian kontrak tersebut tidak terkait satu sama lain dalam pencapaian kinerja pekerjaan.
1/1000 per hari dari total nilai kontrak apabila penyelesaian masing-masing pekerjaan yang tercantum pada bagian kontrak tersebut tergantung satu sama lain dan tidak memiliki fungsi yang berbeda, dimana fungsi masing-masing bagian kontrak tersebut terkait satu sama lain dalam pencapaian kinerja pekerjaan.
·         ADENDUM

1.      Pengertian Adendum
Apa itu Adendum, Adendum adalah istilah hukum yang lazim disebut dalam suatu pembuatan perjanjian. Dilihat dari arti katanya, addendum adalah lampiran, suplemen, tambahan. (John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, hal.11). Pengertian Addendum adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Addendum). Menurut Frans Satriyo Wicaksono, SH dalam buku “Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak” disebutkan jika pada saat kontrak berlangsung ternyata terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam kontrak tersebut, dapat dilakukan musyawarah untuk suatu mufakat akan hal yang belum diatur tersebut. Untuk itu ketentuan atau hal-hal yang belum diatur tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis sama seperti kontrak yang telah dibuat. Pengaturan ini umum ini umum disebut dengan addendum atau amandemen Biasanya klausula yang mengatur tentang addendum dicantumkan pada bagian akhir dari suatu perjanjian pokok. Namun apabila hal tersebut tidak dicantumkan dalam perjanjian, addendum tetap dapat dilakukan sepanjang ada kesepakatan diantara para pihak, dengan tetap memperhatikan ketentuan pasal 1320 KUH Perdata. Belum ada alasan yang pasti mengapa cara addendum lebih dipilih digunakan daripada membuat perjanjian baru untuk perubahan dan atau penambahan isi dari suatu perjanjian. Namun patut diduga bahwa hal tersebut semata karena alasan kepraktisan serta lebih menghemat waktu dan biaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar